Menjadi front
liner (dikenal sebagai petugas TPT) KPP Pratama di bawah Direktorat Jenderal
Pajak bukanlah hal yang mudah untuk siapapun. Tugasnya hanya satu, menerima
laporan wajib pajak. Akan tetapi, mbleber-mblebernya
itu yang membutuhkan energi luar biasa.
Laporan wajib pajak atau yang dikenal SPT (Surat Pemberitahuan) ada dua macam,
SPT Tahunan dan SPT Masa. SPT Tahunan terdiri dari SPT Tahunan Badan dan ada
SPT Tahunan Orang Pribadi, SPT Tahunan Orang Pribadi meliputi 1770 SS, 1770 S,
dan 1770. SPT Masa meliputi SPT Masa PPN dan SPT Masa PPh. SPT Masa PPN
meliputi SPT Masa PPN 1111, 1111 DM, dan 1107 PUT. SPT Masa PPh yang paling popular
terdiri dari SPT Masa PPh 21, 22, 23, 4 ayat 2. Sementara itu, kami juga menerima lebih dari
20 jenis permohonan lain selain terkait dengan NPWP. Permohonan terkait NPWP
juga ada lebih dari 10 macam. Di luar itu semua, masih banyak wajib pajak yang
sambil berkonsultasi ketika mengajukan laporan-laporan tersebut.
Sebagai
penerima tamu, kami harus bersikap sebaik dan semanis mungkin. Apapun pertanyaan
dan keluhan wajib pajak harus kami jawab sebaik mungkin. Kami adalah wajah
Direktorat Jenderal Pajak. Orang akan berpikir bahwa DJP sudah ramah karena
senyum kami. Orang akan beranggapan bahwa DJP itu rumit juga karena cara
penyampaian kami.
DJP bukanlah
institusi yang sepenuhnya modern sehingga masih banyak kekurangan terkait
peraturan dan kepraktisan sarana dan prasarananya. Masih banyak peraturan yang rumit dan perlu
penyederhanaan lagi agar lebih mudah difahami dan dimengerti masyarakat. Selain
itu, terlalu banyaknya formulir yang digunakan menyebabkan timbulnya asumsi “sudah
ruwet sebelum mengisi”. Ke depannya, DJP
berharap bisa mengurangi penggunaan kertas dengan pelaporan SPT secara e-filing. Saat ini sudah bisa dinikmati
pelaporan e-filing tanpa biaya untuk
SPT Tahunan 1770 S dan 1770 SS. Selain itu, masih berbayar dengan menggunakan
jasa pihak ketiga (ASP).
DJP juga bukan
instansi independen apalagi swasta yang bisa memutuskan kebijakannya sendiri tanpa
campur tangan atau persetujuan atasannya sehingga kebijakan-kebijakannya serba
lamban dan masih birokrasi minded.
DJP juga bukan
lembaga zakat yang begitu adil dan sederhana dalam penghitungannya sehingga
perlu energi ekstra supaya seluruh masyarakat mau mengikuti aturan pajak dengan
sukarela.
Tetapi
menjadi petugas TPT sangatlah menyenangkan dan bermanfaat. Tanpa kuliah di
jurusan ilmu komunikasi, kami bisa
mengerti kapan kami menggunakan nada rendah ketika berbicara, kapan kami harus
tegas menghadapi lawan bicara, dan kapan kami harus menangkap maksud wajib
pajak ketika wajib pajak tidak bisa berbahasa Indonesia. Tanpa kursus brevet pajak, kami harus bisa memahami
sedikit demi sedikit materi perpajakan dasar dari A sampai Z karena kami akan
malu jika ada wajib pajak bertanya dan kami tidak tahu. Tanpa menjadi ahli komputer, kami dituntut untuk memahami dasar-dasar aplikasi
DJP seperti e-SPT karena banyaknya wajib pajak yang mengalami kendala ketika
menginstal dan mengisi e-SPT. Tanpa harus menjadi model pun, kita sedikit mengerti bahwa menjadi “enak dilihat” itu
sudah membuat wajib pajak nyaman dengan pelayanan kami.
Terima
kasih telah mengunjungi kami, silakan datang kembali.