Kamis, 06 Maret 2014

Frontliner Direktorat Jenderal Pajak



Menjadi front liner (dikenal sebagai petugas TPT) KPP Pratama di bawah Direktorat Jenderal Pajak bukanlah hal yang mudah untuk siapapun. Tugasnya hanya satu, menerima laporan wajib pajak. Akan tetapi, mbleber-mblebernya itu  yang membutuhkan energi luar biasa. Laporan wajib pajak atau yang dikenal SPT (Surat Pemberitahuan) ada dua macam, SPT Tahunan dan SPT Masa. SPT Tahunan terdiri dari SPT Tahunan Badan dan ada SPT Tahunan Orang Pribadi, SPT Tahunan Orang Pribadi meliputi 1770 SS, 1770 S, dan 1770. SPT Masa meliputi SPT Masa PPN dan SPT Masa PPh. SPT Masa PPN meliputi SPT Masa PPN 1111, 1111 DM, dan 1107 PUT. SPT Masa PPh yang paling popular terdiri dari SPT Masa PPh 21, 22, 23, 4 ayat 2.  Sementara itu, kami juga menerima lebih dari 20 jenis permohonan lain selain terkait dengan NPWP. Permohonan terkait NPWP juga ada lebih dari 10 macam. Di luar itu semua, masih banyak wajib pajak yang sambil berkonsultasi ketika mengajukan laporan-laporan tersebut.

            Sebagai penerima tamu, kami harus bersikap sebaik dan semanis mungkin. Apapun pertanyaan dan keluhan wajib pajak harus kami jawab sebaik mungkin. Kami adalah wajah Direktorat Jenderal Pajak. Orang akan berpikir bahwa DJP sudah ramah karena senyum kami. Orang akan beranggapan bahwa DJP itu rumit juga karena cara penyampaian kami.

DJP bukanlah institusi yang sepenuhnya modern sehingga masih banyak kekurangan terkait peraturan dan kepraktisan sarana dan prasarananya.  Masih banyak peraturan yang rumit dan perlu penyederhanaan lagi agar lebih mudah difahami dan dimengerti masyarakat. Selain itu, terlalu banyaknya formulir yang digunakan menyebabkan timbulnya asumsi “sudah ruwet sebelum mengisi”.  Ke depannya, DJP berharap bisa mengurangi penggunaan kertas dengan pelaporan SPT secara e-filing. Saat ini sudah bisa dinikmati pelaporan e-filing tanpa biaya untuk SPT Tahunan 1770 S dan 1770 SS. Selain itu, masih berbayar dengan menggunakan jasa pihak ketiga (ASP).

DJP juga bukan instansi independen apalagi swasta yang bisa memutuskan kebijakannya sendiri tanpa campur tangan atau persetujuan atasannya sehingga kebijakan-kebijakannya serba lamban dan masih birokrasi minded.

DJP juga bukan lembaga zakat yang begitu adil dan sederhana dalam penghitungannya sehingga perlu energi ekstra supaya seluruh masyarakat mau mengikuti aturan pajak dengan sukarela.

            Tetapi menjadi petugas TPT sangatlah menyenangkan dan bermanfaat. Tanpa kuliah di jurusan ilmu komunikasi, kami bisa mengerti kapan kami menggunakan nada rendah ketika berbicara, kapan kami harus tegas menghadapi lawan bicara, dan kapan kami harus menangkap maksud wajib pajak ketika wajib pajak tidak bisa berbahasa Indonesia. Tanpa kursus brevet pajak, kami harus bisa memahami sedikit demi sedikit materi perpajakan dasar dari A sampai Z karena kami akan malu jika ada wajib pajak bertanya dan kami tidak tahu. Tanpa menjadi ahli komputer, kami  dituntut untuk memahami dasar-dasar aplikasi DJP seperti e-SPT karena banyaknya wajib pajak yang mengalami kendala ketika menginstal dan mengisi e-SPT. Tanpa harus menjadi model pun, kita sedikit mengerti bahwa menjadi “enak dilihat” itu sudah membuat wajib pajak nyaman dengan pelayanan kami.
           
            Terima kasih telah mengunjungi kami, silakan datang kembali.

2 komentar:

  1. salam kenal... tetap semangat ya kawan... makin banyak aja orang pajak yang punya blog... klo bisa update terus dong artikelnya...klo boleh kunjungi balik blog saya pradirwancell.blogspot.com. Tetep semangat... DJP Maju Pasti

    BalasHapus